Ilustrasi: Sebuah kurikulum pendidikan suatu negara pasti berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik di negara tersebut sehingga kurikulum yang disusun dapat mengembangkan sumber daya manusia di negara itu.
Kurikulum yang tidak terstruktur dengan baik dan kualitas guru yang memprihatinkan menjadi dua hal esensial yang menghambat pemerintah dalam mewujudkan program sekolah bertaraf internasional di Indonesia. Program rintisan sekolah bertaraf internasional/sekolah bertaraf internasional (RSBI/SBI) perlu dikaji ulang.
Demikian dikatakan Education Advisor British Council Indonesia Itje Chotidjah di acara "EBE Symposium on The RSBI/SBI system in Indonesia: Policy and Practice", Rabu (9/3/2011), di Jakarta. Simposium yang membahas tentang evaluasi perjalanan program rintisan sekolah bertaraf internasional/sekolah bertaraf internasional (RSBI/SBI) tersebut berlangsung sampai Kamis (10/3/2011).
"Menurut pengamatan saya kurikulum pendidikan yang tidak tersusun dengan baik dan kualitas guru yang memprihatinkan adalah dua hal yang menyulitkan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan berstandar internasional," kata Itje.
Dia mengungkapkan, sebuah kurikulum pendidikan suatu negara pasti berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik di negara tersebut. Sehingga, tambah Itje, kurikulum yang disusun dapat mengembangkan sumber daya manusia di negara tersebut.
"Indonesia harus seperti itu. Jangan mencomot kurikulum dari negara lain," ujar Itje.
Ia menambahkan, sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan manusia tanpa dilandasi suatu riset yang kuat, itu sama artinya seperti menunggu "bom waktu".
"Karena tidak mempunyai kurikulum nasional. Kita hanya punya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang kemudian diserahkan ke sekolah untuk acuan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP," ungkapnya.
"Apa jadinya dunia pendidikan kita, jika kurikulum yang tidak terstruktur secara baik ditambah kurikulum yang diadopsi dari negara lain?," ujar Itje.
"Menurut pengamatan saya kurikulum pendidikan yang tidak tersusun dengan baik dan kualitas guru yang memprihatinkan adalah dua hal yang menyulitkan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan berstandar internasional," kata Itje.
Dia mengungkapkan, sebuah kurikulum pendidikan suatu negara pasti berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik di negara tersebut. Sehingga, tambah Itje, kurikulum yang disusun dapat mengembangkan sumber daya manusia di negara tersebut.
"Indonesia harus seperti itu. Jangan mencomot kurikulum dari negara lain," ujar Itje.
Ia menambahkan, sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan manusia tanpa dilandasi suatu riset yang kuat, itu sama artinya seperti menunggu "bom waktu".
"Karena tidak mempunyai kurikulum nasional. Kita hanya punya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang kemudian diserahkan ke sekolah untuk acuan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP," ungkapnya.
"Apa jadinya dunia pendidikan kita, jika kurikulum yang tidak terstruktur secara baik ditambah kurikulum yang diadopsi dari negara lain?," ujar Itje.
0 komentar:
Posting Komentar