ANAK PERLU KOMPETISI

Kamis, 03 Maret 2011

Pendidikan adalah sebuah proses yang berkelanjutan sehingga tidak hanya diukur dengan pencapaian prestasi di sebuah ajang kompetisi. Namun, dengan mengikuti kompetisi seorang anak bisa mengukur kemampuan yang dimilikinya sekarang, melakukan pengukuran dan perbandingan kinerja (benchmark) dengan anak-anak lain yang berusia sebaya dengannya, serta memikirkan pencapaian yang diinginkan di kemudian hari.

Demikian diungkapkan Direktur PT Kuark Internasional Sanny Djohan di acara Olimpiade Sains Kuark (OSK) 2011 di Titan Center, Bintaro, Tangerang, Provinsi Banten, Sabtu (19/2/2011). Ia mengatakan, dengan melakukan tiga hal di atas itu seorang anak dengan bimbingan orangtua dan gurunya dapat menjadi pribadi yang memiliki sistematika berpikir yang komprehensif dan mampu mengatasi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

"Pola berpikir kebanyakan orang sering terjebak pada pencapaian prestasi individu di dalam sebuah kompetisi sehingga tidaklah mengherankan jika ada perorangan ataupun tim yang secara khusus dipersiapkan untuk menghadapi sebuah kompetisi. Hal tersebut sudah tentu tidak menggambarkan hasil dari proses pendidikan yang dimiliki oleh sebuah sekolah, daerah, ataupun negara," ujar Sanny.
Ia memaparkan, OSK dirancang sebagai wadah kompetisi di bidang sains yang terbuka untuk semua siswa tingkat SD se-Indonesia dengan menerapkan kedalaman pemahaman materi yang dapat mengasah kemampuan penalaran siswa. Kegiatan ini, ia berharap, dapat menjadi sebuah acuan standar bagi pemetaan kualitas pendidikan sains tingkat pendidikan dasar di Indonesia.

"Menang dan kalah adalah sebuah dinamika proses berkompetisi dan tidak menghilangkan esensi dari kompetisi itu sendiri," kata Sanny.
Itu sebabnya OSK dengan sistem kompetisi yang terbuka bagi siapa saja memberikan ruang kebebasan bagi sekolah untuk mendorong setiap siswa ikut serta sebagai sarana untuk mengevaluasi dan melakukan benchmark standar kualitas pendidikan sains dengan siswa-siswa dari sekolah lain secara nasional. Keikutsertaan anak didik secara kontinu dan konsisten dari tahun ke tahun akan memberikan pengalaman yang berharga di dalam membentuk pemahaman konsep dan kemampuan penalaran anak-anak sejak usia dini.
"Sehingga OSK diharapkan juga dapat memberikan umpan balik yang positif kepada pihak sekolah, khususnya dalam melakukan evaluasi terhadap standar kualitas pendidikan sains," imbuh Sanny yang menerbitkan Komik Sains Kuark sebagai media ajar sains ini.
Sementara penggagas OSK, Prof Yohanes Surya, mengatakan, saat ini orang lazim berpikir bahwa kompetisi hanyalah ditujukan bagi sebagian orang saja, yaitu bagi mereka yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Menurut dia, pemahaman itu tidak salah.

"Namun perlu dipahami juga bahwa kompetisi adalah sarana bagi anak-anak untuk mengasah kemampuan dan membiasakan diri dengan pencapaian standar yang lebih baik lagi", papar Yohanes. 
Ia menambahkan, oleh sebab itu baik orangtua, guru ataupun kalangan pendidik perlu untuk memotivasi anak-anak sejak usia dini untuk berpartisipasi dalam berbagai kompetisi yang positif sebagai sebuah pengalaman dan pelajaran yang berharga bagi masa depan anak-anak.

Diberitakan sebelumnya, Olimpiade Sains Kuark (OSK) 2011 serentak digelar di sejumlah wilayah di Indonesia sebagai kompetisi sains pendidikan dasar tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kuark Internasional bekerja sama dengan Dharma Dexa. Pada tahun kelima pelaksanaannya ini, OSK diikuti sekitar 82.000 siswa SD/MI dari 152 kota/kabupaten di 33 provinsi di Indonesia.

READ MORE - ANAK PERLU KOMPETISI

BEA SISWA KHUSUS PEREMPUAN

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Hari Perempuan Internasional 2011 dan menyambut Hari Kartini 2011, Rifka Annisa Research and Training Center (RA-RTC) kembali menawarkan Program Beasiswa Pelatihan Tingkat Nasional bertema Manajemen Women’s Crisis Center. Sepuluh beasiswa penuh ditawarkan untuk mengikuti pelatihan yang akan dilaksanakan April 2011 mendatang.

Tema-tema yang dipilih untuk pelatihan ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan lembaga-lembaga pemberi layanan untuk perempuan korban kekerasan yang cukup banyak tersebar di berbagai wilayah Indonesia, baik yang diinisiasi oleh pemerintah maupun kelompok-kelompok masyarakat. Materi pelatihan ini meliputi Sejarah dan Konsep Women’s Crisis Center, Prinsip dan Kode Etik Women’s Crisis Center, Mekanisme Penanganan Korban dan Alur Layanan,  Pengelolaan Shelter, Mekanisme Pencatatan Kasus, Sistem Monitoring dan Evaluasi Layanan, Pengelolaan Sumberdaya Manusia, Pengelolaan Keuangan dan Strategi Penggalangan Dana.

Adapun beasiswa penuh akan diberikan hanya kepada 10 kandidat dengan skema yang meliputi fasilitas pelatihan, uang saku, transportasi pesawat kelas ekonomi PP, serta transportasi lokal. Sementara beasiswa parsial (setengah penuh) akan diberikan kepada 15 kandidat penerima, berupa fasilitas pelatihan dan uang saku.
Bagi yang berminat, syarat dan tata cara pendaftaran beasiswa ini bisa dilihat di www.rifka-annisa.or.id. Batas waktu pengiriman aplikasinya ditunggu sampai 18 Maret 2011.

READ MORE - BEA SISWA KHUSUS PEREMPUAN

MAU DIBAWA KEMANA MATEMATIKA KITA

Praktik pendidikan Matematika di Indonesia dinilai masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier. Semestinya, dunia di abad 21 ini, pembelajaran Matematika yang paling utama adalah pembelajaran yang berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga negara yang peduli, konstruktif, dan pandai bernalar.

Demikian diungkapkan Iwan Pranoto, pakar Matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia, Jumat (28/1/2011) lalu. Hadir dalam diskusi di sekretariat Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) ini antara lain Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal, Ketua Program Gerakan Indonesia Mengajar Anies Baswedan (tuan rumah), guru besar ITB Profesor Bana Kartasasmita, serta sejumlah dosen dan guru.

Atas dasar itulah, kata Iwan, diskusi tersebut melahirkan sebuah tim yang dibentuk untuk mengawasi peningkatan mutu siswa Indonesia, khususnya dalam hal Matematika, sains, dan membaca. Ketiga item tersebut dinilainya saling berhubungan dan menjadi penentu kualitas generasi bangsa di masa depan.
Sementara itu, Sekretaris Tim Pengawas Mutu Siswa (TPMS) Ahmad Rizali mengatakan, tim telah berhasil membuat rekomendasi untuk disampaikan kepada pemerintah dan publik. Tim tersebut merekomendasikan perlunya perumusan ulang cetak biru tujuan pendidikan Matematika yang sejalan dengan tuntutan dunia global.
"Yakni pengembangan kecakapan bernalar dan memecahkan masalah," tegas Rizali, dihubungi di Jakarta, Senin (31/1/2011).

Rekomendasi lainnya, perlunya perumuskan ulang kerangka dasar “ujian nasional Matematika” dengan sistem penyelenggaraannya agar dapat mengukur kecakapan bernalar dan memecahkan masalah tak rutin yang sesuai tuntutan kehidupan dunia abad 21 berdasarkan kajian yang sangat serius. Tim juga merekomendasikan penyebaran dan penjelasan gagasan peran Matematika di kehidupan abad 21 melalui berbagai media.
TPMS juga memberikan turunan atas rekomendasi itu yakni perlunya penyusunan program yang komprehensif dan berkelanjutan mengenai pengadaan bahan ajar (buku teks, elektronik, dan media-media lainnya), pencerahan kepada masyarakat tentang peranan Matematika dalam kehidupan nyata, serta apresiasi terhadap Matematika sebagai hasil karya peradaban kemanusiaan, yang mendukung pembelajaran sehingga sesuai dengan cetak biru baru.
"Selanjutnya perlu menyusun program pendidikan dan pelatihan guru secara komprehensif, sistematis, dan berkelanjutan yang sesuai dengan cetak biru di atas," imbuh Rizali.

Selain itu, TPMS juga meminta adanya sinergi antarsatuan-satuan di bawah Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) untuk meningkatkan daya penetrasi serta menciptakan lompatan perbaikan program Mmatematika di sekolah. Mengundang kajian serta masukan yang lebih mendalam dari pakar-pakar ekonomi, ilmu syaraf (brain theory), psikologi pendidikan, rekayasa, sains, dan yang terkait lainnya terhadap upaya pembenahan pendidikan Matematika secara menyeluruh.

Ia menuturkan, perlunya merancang sejumlah pilot project pada skala kecil (tingkat sekolah) di beberapa provinsi untuk mengujicoba inovasi dalam pengembangan pembelajaran Matematika yang sesuai dengan cetak biru tujuan pendidikan Matematika di atas. Juga mendorong perumusan profil lulusan SMA yang diharapkan oleh perguruan tinggi di abad 21 ini yang dapat digunakan untuk merancang kurikulum Matematika.

Sebelumnya diberitakan, kemenangan siswa Indonesia di berbagai ajang olimpiade Internasional rupanya tak membuat kualitas siswa Indonesia meningkat. Justru sebaliknya, sekitar 76,6 persen siswa setingkat SMP ternyata dinilai “buta” Matematika.

Menurut Iwan, dihitung dari skala 6, kemampuan Matematika siswa Indonesia hanya berada di level ke-2. Ironisnya, kondisi itu bertahan sejak 2003 lalu. Artinya, selama tujuh tahun, kondisi itu tetap stagnan alias tak berubah.

READ MORE - MAU DIBAWA KEMANA MATEMATIKA KITA

GASING - KONSEP MATEMATIKA

Pembelajaran Matematika di sekolah-sekolah harus direformasi. Pasalnya, Matematika yang diajarkan pada siswa abstrak sehingga anak kesulitan memahami konsep-konsep Matematika, serta tidak berkembang logikanya.

Metode pembelajaran Matematika yang tidak tepat itu justru mengakibatkan anak-anak lemah dalam menghitung. Padahal, kemampuan menghitung mulai dari penambahan, perkalian, pengurangan, serta pembagian dibutuhkan untuk penguasaan sains, seperti Fisika dan Kimia.

"Cara belajar Matematika yang dikenalkan ke anak-anak tidak gampang dan menyenangkan. Anak selalu tegang jika belajar Matematika sehingga mereka sulit menyukai dan menguasai konsep dasar Matematika," kata Yohanes Surya, ilmuwan yang juga pimpinan Surya Institute dalam pelatihan Matematika Gampang Asyik dan Menyenangkan (Gasing) di Tangerang, Senin (28/2/2011).

Pelatihan Matematika tingkat SD yang dikembangkan untuk bisa dikuasai dalam waktu sekitar 6 bulan itu diikuti orang tua, guru, mahasiswa, hingga anak-anak sekolah. Yohanes Surya bereksprimen dengan Matematika Gasing sekitar dua tahun lalu pada anak-anak di Papua yang awalnya tidak bisa menghitung dan membaca. Mereka dikenalkan dengan pembelajaran yang berangkat dari hal-hal konkrit di sekitar, lalu abstrak (konsep Matematika).

Pelajaran terus diulang dengan cara menyenangkan. Seperti contoh, anak-anak tersebut dilatih menghitung di luar kepala atau mencongkak. Belajar juga dikemas dengan cara-cara menyenangkan mulai dari memanfaatkan jari, kartu, games, hingga memodifikasi lagu anak dan daerah yang familiar untuk memasukkan konsep-konsep Matematika.

Yohanes mengatakan, pengajaran Matematika yang mesti dikuasai mutlak adalah penjumlahan. Mereka harus mampu menghitung di luar kepala atau mencongak.
"Membiasakan anak mencongak untuk melatih otak. Lalu, anak-anak terus diberi latihan sehingga lama-lama mereka terbisa menjumlah. Guru dan orang tua harus kreatif memberikan soal-soal latihan," jelas Yohanes.
Setelah menguasai penjumlahan, pelajaran berlanjut ke perkalian. Di sini, anak tidak boleh hanya menghafal perkalian, tapi harus paham konsepnya.

Ada banyak cara menyenangkan untuk membuat anak-anak hafal perkalian. Lalu, anak dengan mudah diajak untuk beranjak ke pengurangan dan pembagian. Kemudian, logika anak diasah dengan soal-soal cerita yang sarat nilai-nilai untuk membangun karakter anak.
"Saya sekarang fokus mengembangkan Matematika Gasing, karena menemukan bahwa anak-anak jadi sulit belajar Fisika. Saya ingin menyelesaikan akar masalah dulu. Dalam reformasi matematika, kita perlu menyelesaikan masalah pokoknya. Anak-anak lemah dalam menghitung," kata Yohanes yang juga Presiden Olimpiade Fisika Asia ini.

Menurutnya, dirinya hendak menyebarluaskan Matematika Gasing pada ibu-ibu supaya mereka bisa membantu anak-anaknya mengajarkan Matematika.
"Virus untuk membuat Matematika menyenangkan harus cepat tersebar supaya kita mudah membereskan permasalahan di pelajaran sains juga," ujar Yohanes.

READ MORE - GASING - KONSEP MATEMATIKA

RUMIT !? KONSEP MATEMATIKA PERLU DIRUBAH

Pembelajaran Matematika di sekolah-sekolah saat ini masih bersifat abstrak sehingga anak kesulitan memahami konsep-konsep Matematika serta logika anak menjadi tidak berkembang. Karena itu, sistem pendidikan Matematika harus diubah agar tepat sasaran.
Metode pembelajaran Matematika yang tidak tepat itu justru mengakibatkan anak-anak lemah dalam menghitung.

"Padahal, kemampuan menghitung dibutuhkan untuk penguasaan sains, seperti Fisika dan Kimia," kata Ketua Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI) Ahmad Rizali, Selasa (1/3/2011).
Ilmuwan Yohanes Surya yang juga pimpinan Surya Institute mengatakan, pendidikan Matematika di sekolah lebih menekankan anak menghafal tanpa mengerti bagaimana proses berpikir logis untuk memahami konsep dasarnya.

"Cara belajar Matematika yang dikenalkan kepada anak-anak tidak gampang dan tidak menyenangkan. Anak selalu tegang jika belajar Matematika sehingga mereka sulit menyukai dan menguasai konsep dasar Matematika," kata Yohanes dalam pelatihan ”Matematika Gampang, Asyik, dan Menyenangkan (Gasing)” di Tangerang.
 
READ MORE - RUMIT !? KONSEP MATEMATIKA PERLU DIRUBAH

Subardini Bariel, S.Si, M.M.. Diberdayakan oleh Blogger.