MAU DIBAWA KEMANA MATEMATIKA KITA

Kamis, 03 Maret 2011

Praktik pendidikan Matematika di Indonesia dinilai masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier. Semestinya, dunia di abad 21 ini, pembelajaran Matematika yang paling utama adalah pembelajaran yang berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga negara yang peduli, konstruktif, dan pandai bernalar.

Demikian diungkapkan Iwan Pranoto, pakar Matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia, Jumat (28/1/2011) lalu. Hadir dalam diskusi di sekretariat Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) ini antara lain Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal, Ketua Program Gerakan Indonesia Mengajar Anies Baswedan (tuan rumah), guru besar ITB Profesor Bana Kartasasmita, serta sejumlah dosen dan guru.

Atas dasar itulah, kata Iwan, diskusi tersebut melahirkan sebuah tim yang dibentuk untuk mengawasi peningkatan mutu siswa Indonesia, khususnya dalam hal Matematika, sains, dan membaca. Ketiga item tersebut dinilainya saling berhubungan dan menjadi penentu kualitas generasi bangsa di masa depan.
Sementara itu, Sekretaris Tim Pengawas Mutu Siswa (TPMS) Ahmad Rizali mengatakan, tim telah berhasil membuat rekomendasi untuk disampaikan kepada pemerintah dan publik. Tim tersebut merekomendasikan perlunya perumusan ulang cetak biru tujuan pendidikan Matematika yang sejalan dengan tuntutan dunia global.
"Yakni pengembangan kecakapan bernalar dan memecahkan masalah," tegas Rizali, dihubungi di Jakarta, Senin (31/1/2011).

Rekomendasi lainnya, perlunya perumuskan ulang kerangka dasar “ujian nasional Matematika” dengan sistem penyelenggaraannya agar dapat mengukur kecakapan bernalar dan memecahkan masalah tak rutin yang sesuai tuntutan kehidupan dunia abad 21 berdasarkan kajian yang sangat serius. Tim juga merekomendasikan penyebaran dan penjelasan gagasan peran Matematika di kehidupan abad 21 melalui berbagai media.
TPMS juga memberikan turunan atas rekomendasi itu yakni perlunya penyusunan program yang komprehensif dan berkelanjutan mengenai pengadaan bahan ajar (buku teks, elektronik, dan media-media lainnya), pencerahan kepada masyarakat tentang peranan Matematika dalam kehidupan nyata, serta apresiasi terhadap Matematika sebagai hasil karya peradaban kemanusiaan, yang mendukung pembelajaran sehingga sesuai dengan cetak biru baru.
"Selanjutnya perlu menyusun program pendidikan dan pelatihan guru secara komprehensif, sistematis, dan berkelanjutan yang sesuai dengan cetak biru di atas," imbuh Rizali.

Selain itu, TPMS juga meminta adanya sinergi antarsatuan-satuan di bawah Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) untuk meningkatkan daya penetrasi serta menciptakan lompatan perbaikan program Mmatematika di sekolah. Mengundang kajian serta masukan yang lebih mendalam dari pakar-pakar ekonomi, ilmu syaraf (brain theory), psikologi pendidikan, rekayasa, sains, dan yang terkait lainnya terhadap upaya pembenahan pendidikan Matematika secara menyeluruh.

Ia menuturkan, perlunya merancang sejumlah pilot project pada skala kecil (tingkat sekolah) di beberapa provinsi untuk mengujicoba inovasi dalam pengembangan pembelajaran Matematika yang sesuai dengan cetak biru tujuan pendidikan Matematika di atas. Juga mendorong perumusan profil lulusan SMA yang diharapkan oleh perguruan tinggi di abad 21 ini yang dapat digunakan untuk merancang kurikulum Matematika.

Sebelumnya diberitakan, kemenangan siswa Indonesia di berbagai ajang olimpiade Internasional rupanya tak membuat kualitas siswa Indonesia meningkat. Justru sebaliknya, sekitar 76,6 persen siswa setingkat SMP ternyata dinilai “buta” Matematika.

Menurut Iwan, dihitung dari skala 6, kemampuan Matematika siswa Indonesia hanya berada di level ke-2. Ironisnya, kondisi itu bertahan sejak 2003 lalu. Artinya, selama tujuh tahun, kondisi itu tetap stagnan alias tak berubah.

0 komentar:

Posting Komentar

Subardini Bariel, S.Si, M.M.. Diberdayakan oleh Blogger.